Serikat pemain tidak diundang ke pertemuan kesejahteraan pemain FIFA
## Ironi di Balik Panggung Kesejahteraan Pemain: FIFPro Dipinggirkan dalam Pertemuan FIFADunia sepak bola, dengan gemerlapnya stadion dan sorak sorai penggemar, seringkali melupakan sosok-sosok yang berada di balik aksi memukau di lapangan: para pemain.
Ironisnya, di tengah hiruk pikuk pembahasan kesejahteraan mereka, suara representasi utama mereka, FIFPro, justru diredam.
BBC Sport melaporkan eksklusif bahwa FIFPro, serikat pemain global, tidak diundang dalam pertemuan “penting” yang dipimpin oleh Presiden FIFA Gianni Infantino, yang seharusnya membahas kesejahteraan pemain.
Pertemuan ini, yang menghasilkan kesepakatan minimal libur *off-season* selama tiga minggu, seolah menjadi lelucon pahit bagi FIFPro.
Bagaimana mungkin kita membahas kesejahteraan pemain tanpa melibatkan pihak yang secara langsung mewakili kepentingan mereka?
Keputusan ini, menurut pandangan saya, bukan hanya kekeliruan taktis, tetapi juga mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam tata kelola sepak bola.
FIFA, sebagai badan pengatur tertinggi, seharusnya merangkul FIFPro sebagai mitra penting dalam membentuk kebijakan yang berpusat pada pemain.
Sebaliknya, dengan mengesampingkan mereka, FIFA mengirimkan pesan yang jelas: suara pemain, meskipun penting secara retorika, seringkali tidak dianggap serius di balik pintu tertutup.
Tentu, kesepakatan libur tiga minggu adalah langkah positif.
Namun, tanpa keterlibatan aktif FIFPro, kita hanya mendapatkan solusi tambal sulam yang rentan terhadap celah dan interpretasi yang berbeda.
FIFPro membawa pengalaman dan pengetahuan mendalam tentang tantangan yang dihadapi pemain di berbagai tingkatan, dari liga domestik hingga kompetisi internasional.
Kehadiran mereka akan memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar menjawab kebutuhan pemain, bukan sekadar memenuhi tuntutan politik dan komersial.
Statistik cedera pemain yang terus meningkat akibat jadwal padat adalah bukti nyata perlunya suara FIFPro didengar.
Beban kerja yang berlebihan, kurangnya waktu istirahat yang memadai, dan tekanan mental yang konstan telah merenggut banyak pemain bintang dari lapangan, bahkan memaksa sebagian dari mereka untuk pensiun dini.
Sebagai seorang jurnalis olahraga, saya seringkali mendengar keluhan para pemain tentang kurangnya konsultasi dan representasi yang memadai.
Mereka merasa seperti pion dalam permainan yang lebih besar, di mana kepentingan komersial seringkali mengalahkan kesejahteraan mereka.
Ke depan, FIFA harus mengubah pendekatannya.
Kesejahteraan pemain bukan hanya isu moral, tetapi juga isu strategis.
Pemain yang sehat, bahagia, dan didukung akan memberikan performa yang lebih baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas sepak bola secara keseluruhan.
Mengundang FIFPro ke meja perundingan bukanlah sebuah kemurahan hati, melainkan kewajiban.
Hanya dengan mendengarkan dan bekerja sama dengan para pemain, kita dapat membangun masa depan sepak bola yang lebih berkelanjutan dan berpusat pada manusia.
Jika tidak, kita akan terus menyaksikan ironi ini: pembahasan kesejahteraan pemain tanpa melibatkan suara mereka sendiri.